ADAPADA.COM – Latto-latto, pasti saat ini hampir semua orang sudah pernah melihat, mendengar bahkan memainkan permainan ini, sehingga menjadi viral, viralnya pun bukan hanya di Sulsel melainkan sampai ke seluruh Indonesia.
Anak-anak sampai dewasa, bahkan Jokowi dan Ridwan Kamil memainkan permainan ini, sebenarnya permainan ini punya banyak nama, mulai dari Latto-latto (lato lato), Katto-katto, Nok Nok dll, namun tahukah kalian dari mana asal muasal permainan ini?
Asal permainan Latto-latto:
Diambil dari berbagai sumber, Latto-latto ini berasal dari Amerika Serikat dan Kanada, namannya adalah Clackers (juga dikenal sebagai Clankers, Ker-Bangers, dan banyak nama lainnya, ini adalah mainan yang populer pada akhir 1960-an dan awal 1970-an.
Pada tahun 1968, pada awal kemunculannya model mainan ini dari bahan bola kaca temper yang pada akhirnya akan pecah, dan pecahan kacanya mengakibatkan luka ke wajah pengguna dan siapa pun di sekitarnya.
Atas kejadian ini, Food and Drug Administration atau FDA pada tahun 1966 mengeluarkan larangan untuk mainan Clackers ini beredar di tengah masyarakat.
Meski jelas ini bukan makanan atau obat, namun saat itu FDA memiliki wewenang untuk melindungi orang dari bermain dengan hal-hal konyol yang salah melalui undang-undang.
Tiga tahun kemudian, kewenangan tersebut diperluas di bawah Child Protection and Toy Safety Act yang melarang penjualan mainan yang dianggap berbahaya.
Namun pada awal 1970-an mainan ini melakukan inovasi, pabrikan mengubahnya menjadi bola plastik yang digantung di setiap tali. Ketika mereka diayunkan ke atas dan ke bawah, saling membentur dengan sangat kuat, mereka membuat suara “klak” yang keras.
Clackers mirip dengan bolas, senjata Argentina. Mereka terbentuk dari dua bola polimer padat, masing-masing berdiameter sekitar 2 inci (5 cm), melekat pada tab jari dengan tali yang kokoh. Pemain memegang tab dengan bola yang tergantung di bawah dan melalui gerakan tangan naik-turun membuat kedua bola berayun terpisah dan kembali bersama, membuat suara klak yang akhirnya menjadi asal usul nama mainan ini.
Beberapa tahun kemudian, mainan ini justru populer di sebuah provinsi kecil di Italia utara, bernama Calcinatello.
Bahkan menurut seorang sejarawan FDA, John P. Swann, mainan yang mengeluarkan suara bising itu akhirnya melahirkan sebuah kompetisi tahunan yang populer tahun 1971.
Kala itu Clackers atau Latto-latto belum mendapatkan persetujuan secara nasional, meski telah banyak dijual secara luas dan dalam perdagangan ekspor.
Pada tahun 1980-an, akhirnya ada peerusahaan baru memproduksi versi chintzy, atau calckers dengan yang dianggap lebih aman dimainkan dari bahan plastik yang keras dan padat dengan permukaan halus.
Selain itu, clackers balls toys dilengkapi tali dari nilon dan sebuah cincin sehingga memungkinkan akselerasi yang dihasilkannya lebih cepat.
Saking terkenalnya Clackers juga tampil di media budaya pop. Dalam film, mereka ditampilkan di Beware! The Blobs (1972).
Juga dalam episode “Love and Sausages” tahun 1993 dari serial TV The Kids in the Hall. Mainan ini juga digunakan sebagai senjata oleh Joseph Joestar di Battle Tendency, arc cerita kedua dari serial manga JoJo’s Bizarre Adventure tahun 1980-an, kemunculan mereka di sana anakronistik, karena Kecenderungan Pertempuran terjadi pada tahun 1938. Mereka juga muncul kembali di arc cerita kedelapan manga, Jojolion, di chapter terakhir yang dirilis pada tahun 2021.
Mainan tersebut ditampilkan di acara televisi AS yang diproduksi oleh Dan Schneider, terutama di tahun 2007 Drake & Josh episode “Megan’s First Kiss”, dan di tahun 2008 Zoey 101 episode “Rumor of Love”, yang mendeskripsikan mainan tersebut sebagai “The Hottest Toy” di Belanda”, dan yang meningkatkan minat kontemporer pada mainan.
Clackers atau Latto-latto sendiri masuk di Makassar pada tahun 1970an, meski keberadaannya timbul tenggelam, namun ramai dimainkan hingga tahhun 2000an.
Hingga kini mainan ini bahkan menjadi mainan yang wajib dimiliki setiap anak di Makassar.
Mainan Latto Latto ini bermanfaat melatih fokus anak-anak, melatih kemampuan motorik, kepercayaan diri, meningkatkan kecerdasan anak, serta mengontrol emosi.
Sumber: Berbagai sumber