ADAPADA.COM — Dalam bahasa Makassar, pepe bermakna ‘api’. Tari Pepe-pepeka ri Makka yang sering dijuluki ‘tarian api’, ini memang identik dengan nyala api sebagai atribut utamanya. Tarian ini biasanya ditarikan oleh laki-laki, namun ada juga yang ditarikan oleh perempuan dan versinya dikenal sebagai tari Pepe-pepeka baine.
Walau dengan gerakan tari yang sederhana, tarian khas suku Makassar ini selalu dapat menarik perhatian penonton yang takjub akan atraksi yang dihadirkan. Kalau kita perhatikan tarian Pepe-pepeka ri Makka ini lebih dari sekadar atraksi atau tarian atau unjuk kekebalan, tapi juga tarian yang sarat dengan ajaran-ajaran agama Islam.
Di berbagai literatur, kita tahu awal mula masuknya islam di Sulawesi Selatan diperkirakan sekitar abad ke-17 M. Ada hubungan antara tarian dan aspek keislaman, ini dapat terlihat dari pengertian secara harfiah tarian Pepe-pepeka ri Makka, pepe’ berarti api, “ri” berarti “di” yang merujuk pada keterangan, sementara Makka berarti Mekah atau kota Mekkah yang menegaskan fungsi “di” sebagai penunjuk tempat yang secara simbolik merujuk pada Islam.
Pepe-pepeka ri Makka adalah tarian yang menggunakan api dan memiliki hubungan dengan symbol keislaman. Gambarannya dapat kita lihat pada syair lagu yang dilantunkan oleh para penari:
“Pepe-pepeka ri Makka
Lanterayya ri Madina
Ayya Allah parombasai natakabbere’ dunia”
Artinya:
"Api di tanah suci Mekkah,
Lentera di tanah Madinah,
Ya Allah kobarkanlah hingga seluruh dunia bertakbir"
Api obor yang diarahkan ke para penari merupakan symbol dari cerita mukjizat nabi Ibrahim AS yang tidak terbakar walau disulut api. Serangkaian doa yang dipanjatkan sebelum memulai tarian menggambarkan penari pepe-pepeka yang menyerahkan diri pada lkuasa Ilahi dalam setiap rintangan yang harus dihadapi.
Dalam tarian ini selain nyanyian ada juga lantunan salawat para pengiringnya, ajaran Islam dapat terlihat dalam proses dan berbagai atribut tarian ini. Sebelum mulai menari, para penari serta pemain musik pengiringnya dianjurkan untuk berwudhu yang dilanjutkan dengan membaca serangkaiuan doa. Tujuannya adalah agar para penari terbebas dari pikiran negative dan dapat tampil dengan hati yang bersih, tak lupa para penari mengioleskan anggota tubuh mereka di kaki dan tangan dengan minyak kelapa.
Tarian ini pada dasarnya tidak memiliki pola gerakan yang paten atau baku dalam setiap penampilannya. Pola teratur yang ditampilkan hanya ditemukan di awal ketika muncul pertama kali lalu berputar-putar sambil bersenandung indah dalam bahasa Makassar.
Syair-syair yang dinyanyikan, lengkingan suara pui-pui dan tabuhan gendang serta rebana yang bersahutan, dengan obor yang menyala di tangan mereka, mengarahkan api ke tubuh masing-masing seolah sedang bermandikan api, kemudian, para penari mengarahkan obor ke hadapan mulut mereka dan menyemburkan bola api yang besar ke udara.
Api yang menyala sebagai sumber cahaya dianggap sebagai lentera Ilahi yang menerangi kehidupan dan menunjukkan jalan yang benar. Api yang panas diangap sebagai cerminan karakter masyarakat suku Makassar yang tegas dalam mengambil tindakan atau keputusan.
Kesenian dan upacara tradisional di Indonesia hampir keseluruhannya memiliki kaitan erat dengan ritual keagamaan, seperti Pepe-pepeka ri Makka ini, dengan nilai religi dan latar belakang sejarahnya membuat tarian ini sering menjadi pilihan dalam mengisi acara-acara kebudayaan di Sulawesi Selatan, dan selalu dapat memukau para penontonnya dengan kobaran api yang menyala-nyala seakan-akan menghipnotis para penontonnya, cerminan budaya Makassar yang selalu berpegang teguh pada agama, semangat dan tak kenal rasa takut.