ADAPADA.COM – Hari ini tepat 17 tahun yang lalu telah terjadi gempa besar dengan magnitudo 9,3 yang mengakibatkan tsunami di Aceh saat itu masih bernama Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Gempa itu merupakan salah satu gempa terbesar yang pernah ada dalam sejarah. Dampaknya tak hanya di wilayah Aceh tapi juga beberapa negara lain. Para ahli mencatat itu adalah gempa terbesar ke-5.
Kala itu hari Minggu, 26 Desember 2004 saat orang-orang menghabiskan waktu bersama keluarga, selain itu juga masih dalam suasana Natal. Pagi hari itu, pukul 07.59 WIB terjadi gempa tersebut. Tak lama setelahnya, gelombang tsunami menyusul.
Mengutip dari Kompas.com, 26 Desember 2020, gelombang tsunami diperkirakan memiliki ketinggian 30 meter, dengan kecepatan mencapai 100 meter per detik, atau 360 kilometer per jam.
Gelombang besar dan kuat ini tidak hanya menghanyutkan warga, hewan ternak, menghancurkan pemukiman bahkan satu wilayah, namun juga berhasil menyeret sebuah kapal ke tengah daratan. Kapal itu ialah Kapal PLTD Apung yang terseret hingga 5 kilometer dari kawasan perairan ke tengah daratan. Sumber gempa saat itu terletak di 149 kilometer sebelah barat Meulaboh.
Tak tanggung-tanggung, gempa itu berlangsung selama 10 menit. Tsunami bergerak menyebar ke arah pantai-pantai. Jarak pantai Sumatera terdekat dengan episenter gempa bumi utama diperkirakan 125 km.
Kecepatan rambat gelombang tsunami dapat mencapai 800 km per jam di samudra dalam dan bebas. Mendekati pantai yang dangkal dan dengan kecepatannya yang besar, gelombang tsunami menjadi tinggi dan kemudian terhempas ke arah daratan.
Gempa yang terjadi di perairan barat Aceh, Nicobar, dan Andaman, merupakan akibat dari interaksi lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Gempa-gempa besar yang mempunyai magnitudo 9,0 berpusat di dasar laut pada kedalaman 10 kilometer-tergolong gempa dangkal itu telah menimbulkan gelombang tsunami yang menerjang wilayah pantai di Asia Tenggara dan Asia Selatan, yang berada di sekeliling tiga pusat gempa tersebut.
Hal itu di akibatkan oleh pergeseran batuan secara tiba-tiba yang menimbulkan gempa itu disertai pelentingan batuan, yang terjadi di bawah pulau dan dasar laut.
Dasar samudra yang naik di atas palung Sunda ini mengubah dan menaikkan permukaan air laut di atasnya sehingga permukaan datar air laut ke arah pantai barat Sumatera ikut terpengaruh berupa penurunan muka air laut.
Setelah kejadian tsunami tersebut, Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bencana ini sebagai bencana kemanusiaan terbesar yang pernah terjadi.
Sejak saat itu, bantuan internasional pun berdatangan untuk menolong masyarakat. Termasuk pesawat militer dari Jerman hingga kapal induk milik Amerika Serikat didatangkan ke lokasi bencana.
Selang beberapa hari dan proses pencarian korban terus digencarkan, PBB pada 4 januari 2005, mengeluarkan taksiran awal bahwa jumlah korban tewas sangat mungkin melebihi angka 200.000 jiwa.
Akibat Kejadian itu, jumlah korban disebut mencapai 230.000 jiwa. Jumlah itu bukan hanya datang dari Indonesia sebagai negara terdampak paling parah, namun juga dari negara-negara lain yang turut mengalami bencana ini. Selain itu, tak kurang dari 500.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Jumlah korban jiwa itu belum termasuk korban tsunami di wilayah lain. Secara keseluruhan ada 14 negara yang terkena dampak tsunami dengan jumlah korban mencapai 230.000 jiwa.
Setidaknya tercatat dari Sumatra sampai Kepulauan Andaman, Thailand, India Selatan, Sri Lanka dan sebagian Afrika, ada sekitar 230.000 orang yang tewas di 14 negara.
Kerusakan parah terjadi di wilayah Aceh dengan kurang lebih sekitar 170.000 orang tewas. Semua bangunan hancur yang berada di sekitar pantai dan ratusan orang kehilangan tempat tinggalnya.
Gempa dan tsunami di Minggu pagi itu tidak hanya menimpa wilayah Aceh dan Sumatera Utara, tapi juga wilayah negara lain yang terletak di kawasan Teluk Bengali, mulai dari India, Sri Lanka, hingga Thailand.
Di Aceh, pada 2009 didirikan sebuah museum untuk mengenang kejadian pilu itu. Museum itu adalah Museum Tsunami Aceh yang terletak di Kota Banda Aceh. Arsitek dari museum tersebut adalah Ridwan Kamil yang saat ini menjabat Gubernur Jawa Barat. Di dalam museum ini, terdapat beragam diorama yang menggambarkan peristiwa, juga daftar nama mereka yang menjadi korbannya.
Museum ini bukan hanya menjadi situs untuk mengenang keganasan gempa dan 16 tahun tsunami Aceh, namun juga menjadi pusat pembelajaran dan pendidikan kebencanaan bagi masyarakat yang berkunjung ke Aceh.