ADAPADA.COM — Mumi Agat Mamete Mabel. Itulah mumi yang disakralkan oleh warga Desa Pumo, Distrik Wogi Silakarno Doga, Wamena, Papua. Mumi yang berusia lebih dari 200 tahun ini diawetkan dengan cara tradisional. Mumi ini jadi magnet terkuat bagi wisatawan di Papua.
Saat dikeluarkan dari dalam kotak, mumi itu tampak begitu ringkih. Tubuhnya berjongkok memeluk lututnya. Kepalanya menunduk, tulangnya berwarna hitam kecoklatan. Dua lubang mata seakan menatap kosong tersipu malu. Sambil tersenyum gigi mumi tersebut tampak masih utuh, kedua tangannya memegang lutut yang telah keropos dimakan usia.
Di Wamena sendiri, terdapat 5 mumi yang berada di masing-masing lokasi yang berbeda. Mumi Agat Mamete Mabel merupakan salah satu mumi yang paling terkenal di Lembah Baliem, Wamena. Perjalanan menuju Distrik Wogi Silakarno Doga ini memakan waktu 30 menit dari Kota Wamena.
Mumi Agat Mamete Mabel ini dirawat oleh Eli Mabel. Eli Mabel merupakan keturunan ke-13 yang menjaga mumi tersebut hingga saat ini. Ia menjelaskan, sang mumi diawetkan dengan cara diasap sambil dibalur lemak babi.
Tujuan dilakukannya pengawetan mumi tersebut adalah karena masyarakat setempat percaya akan mendatangkan kebahagiaan dan kesuksesan hidup bagi keturunannya.
Mumi diasap selama 200 hari di dalam honai khusus dan jauh dari permukiman. Pemeliharaan mumi dengan kembali diasap masih dilakukan hingga saat ini.
Masyarakat Distrik Wogi Silakarno Doga tahu betul bagaimana memanfaatkan mumi tersebut. Sambil dijaga dengan baik, peninggalan leluhur itu juga menjadi sumber ekonomi. Setiap pengunjung yang datang wajib merogoh kocek sebesar Rp250 ribu hingga Rp300 ribu untuk berfoto sepuasnya.